Slamet tengah membersihkan klenteng |
SEORANG lelaki paruh baya bukan tampak sibuk membersihkan altar tempat persembahan di Kelenteng Tay Kak Sie. Slamet Purwadi, begitu nama lengkapnya, merupakan warga pribumi yang mencoba mengais rezeki pada tempat peribadatan yang berada di Gang Lombok tersebut.
Ya, lelaki berusia 52 ini adalah seorang petugas kebersihan di kelenteng itu. Satu di antara sepuluh orang warga setempat yang menggantungkan hidupnya di sana. Slamet yang sudah sepuluh tahun bekerja di kelenteng tersebut, mengaku memang dirinyalah yang meminta pekerjaan.
“Dulu saya sempat bekerja di bengkel namun keluar. Awalnya bekerja serabutan di kelenteng, mulai dari bantu membersihkan sampai jadi tukang angkut. Kemudian saya pun diperbolehkan bekerja di sini sebagai petugas bersih-bersih,” katanya, kemarin.
Kelenteng tua yang didirikan pada 1746 itu dia bersihkan setiap hari bersama rekan-rekannya. Pekerjaannya pun semakin berat, tatkala ada perayaan yang dilakukan di klenteng, seperti halnya imlek.
Kelenteng Tay Kak Sie yang pada mulanya hanya untuk memuja Dewi Kwan Sie Im Po Sat, Yang Mulia Dewi Welas Asih ini ramai dikunjungi warga Tiong Hoa.
Sebagai tukang bersih-bersih, dirinya pun harus selalu mengkondisikan tempat agar selalu bersih. Ini dilakukan agar warga Tiong Hoa dapat nyaman beribadah.
Mengenai gaji yang diperoleh, bapak tiga anak ini menuturkan dibayar tiap bulannya. meskipun nominalnya tidak begitu banyak namun cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Di sini saya mengabdi, meskipun saya muslim tetapi klenteng juga merupakan rumah Tuhan,” tuturnya yang sudah berhasil menyekolahkan anaknya sampai tingkat universitas.
Tay Kak Sie merupakan satu dari sekian banyak sumber pamasukan bagi warga yang hidup di sekitar pecinan. Tidak hanya Slamet, warga pribumi yang menggantungkan hidupnya di kawasan pecinan untuk menafkahi keluarganya.
Seperti yang dirasakan Yani misalnya. Warga Kebonharjo ini mengaku senang adanya kawasan pecinan. Karena ia bisa bekerja di salah satu pertokoan yang menjual bahan-bahan konveksi. Sudah puluhan tahun dirinya bekerja dan mengabdi dengan warga Tionghoa.
Hal senada juga diungkapkan oleh pardi tukang parkir asal Kembangsari. “Karena Jalan Beteng banyak pergudangan dan banyak pembeli. Sehingga saya memanfaatkan menjadi tukang parkir di sini,” ungkapnya.
Menjadi tukang parkir di kawasan pecinan sangat membawa berkah. Karena rata-rata pemilik kendaraan roda empat yang baik sering memberikan uang parkir antara Rp 2-5 ribu. (wam/17)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !